Sabtu, 12 Desember 2015

Tugas 3 : Keinginan Karier Di Masa Depan

      Jika saya sudah lulus dan sudah menjadi sarjana psikologi, saya ingin sekali kedepannya saya menjadi seseorang yang sukses dan tentunya yang bisa sangat berguna untuk orang lain. Saya juga ingin menjadi HRD di perusahaan-perusahaan besar, karena itu memang tujuan awal saya kuliah dengan mengambil jurusan psikologi. Saya juga ingin sekali memiliki pekerjaan sampingan, seperti memiliki usaha kecil-kecilan yang saya buat sendiri. Agar nanti dikala saya sudah tidak memiliki pekerjaan tetap lagi saya masih mendapatkan penghasilan dari usaha kecil-kecilan saya tersebut. Sebenarnya saya juga ingin memiliki pekerjaan sampingan menjadi fotografer, karena ketertarikan saya pada dunia fotografer dan itu juga merupakan hobi saya dari semenjak SMA.
    Menurut saya, kerja apapun nanti saya setelah lulus dari dunia perkuliahan ini tidaklah jadi masalah, karena untuk menambah pengalaman saya dan yang terpenting dari kerja tersebut saya bisa terus belajar dan belajar lagi dari sesuatu yang baru dan tentunya dari salah satu pekerjaan tersebut ada yang menjadi pekerjaan tetap saya.

Rabu, 04 November 2015

Tugas 2 : Penerapan Sistem Informasi Bidang Psikologi

Sistem informasi merupakan suatu sistem dalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi, media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur komunikasi penting, alat proses tipe transaksi rutin tertentu, pemberi sinyal kepada manajemen dan yang lainnya terhadap kejadian-kejadian internal dan eksternal yang penting serta penyedia suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan. Sedangkan Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku sebagai manifestasi dari kesadaran, proses mental, aktivitas motorik, kognitif dan juga emosional.
Bagaimana penggunaan sistem informasi dalam psikologi?
Menurut Chr. Jimmy L. Gaol (2008) sistem informasi psikologi bertujuan mendapatkan pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.
Sistem informasi psikologi adalah sebuah sistem yang digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan psikologi yang dapat bermanfaat bagi penggunanya. Contohnya adalah pengaplikasian SIP dalam kehidupan yaitu penggunaan teknologi dalam pengambilan data tes psikologi, dalam hal ini umumnya komputer (komputerisasi alat tes psikologi).  Seperti tes psikologi yang dulunya diberikan dengan cara manual, sekarang sudah bisa diberikan dengan komputerisasi seperti papikostik, hal ini merupakan suatu kerjasama antara bidang psikologi dengan ilmu komputer yang memberikan manfaat bagi kualitas tes psikologi tersebut.
Menurut Wundt (dalam Basuki, 2008) psikologi merupakan ilmu tentang kesadaran manusia. Selain itu psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Penggunaan sistem informasi dalam bidang psikologi belakangan ini cukup banyak. Mari kita lihat contoh kasus atau penerapannya dalam keseharian.
1.    Penerapan sistem informasi dalam psikotest, di era informasi saat ini penggunaan sistem informasi dalam melakukan psikotest semakin meluas mulai dari psikotest untuk anak-anak sampai dengan level karyawan.




2.  SPSS (Statistical Package for Social Science)
SPSS adalah suatu program komputer statistik yang mampu memproses data statistik secara cepat dan tepat, menjadi berbagai output yang dikehendaki para pengambil keputusan (Santoso, 2003). Program ini memang dibuat untuk membantu berbagai bidang ilmu dalam mempermudah pengembangan ilmu tersebut. Psikologi pun menggunakan aplikasi ini dalam membantu mengolah data.
Data yang bisa diaplikasikan ke dalam SPSS berbentuk data kuantitatif. Aplikasi SPSS sangat membantu dalam bidang psikologi ketika seseorang sedang melakukan penelitian di bidang psikologi dengan metode kuantitatif. Dalam melakukan penelitian, jumlah subjek yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Demi memperoleh hasil yang akurat, diperlukan cukup banyak subjek sebagai respondennya. Data responden nantinya akan diolah namun tidak secara manual untuk menghindari hasil yang tidak akurat, pembuangan energi dalam pelaksanaanya, terjadinya kelelahan, dsb. Dengan SPSS, berbagai masalah yang muncul jika diolah secara manual dapat teratasi. Berikut ini adalah website untuk mengunduh SPSS http://spss-64bits.en.softonic.com/download


Berikut diatas adalah beberapa contoh dari penggunaan sistem informasi dalam psikologi. Maka dari itu, analisisnya dalam penggunaan sistem informasi dibidang psikologi adalah sangat penting, yang dimana penggunaan teknologi sudah sangat meluas, sehingga penggunaan cara manual sudah menjadi semakin ketinggalan, hal ini perlunya pengembangan sistem informasi dalam mendukung dan mengembangkan berbagai aspek-aspek dibidang psikologi, dengan catatan semua itu harus melalui prosedur dan tahapan ilmiah sehingga tidak mengurangkan realibilitas dan validitas.





Sumber:

Gaol, C.J.L (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Grasindo. (Google Book)
Basuki, A. M. H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: penerbit gunadarma
https://nfa1602.wordpress.com/2015/10/22/sistem-informasi-dan-penerapannya-dalam-bidang-psikologi/

Sabtu, 03 Oktober 2015

Penerapan Sistem Informasi Psikologi Bidang Kesehatan (Tugas 1)


Eka Fitri Nuraeni
12512404
4PA12




A.      PENDAHULUAN
Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari Sistem Kesehatan di suatu negara. Kemajuan atau kemunduran Sistem Informasi Kesehatan selalu berkorelasi dan mengikuti perkembangan Sistem Kesehatan, kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) bahkan mempengaruhi Sistem Pemerintahan yang berlaku di suatu negara. Suatu system yang terkonsep dan terstruktur dengan baik akan menghasilkan Output yang baik juga. Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu bentuk pokok Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yang dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta pembangunan berwawasan kesehatan.

B.       DASAR HUKUM SISTEM INFORMASI KESEHATAN
Dasar hukum pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia adalah :
1.       UUD 1945, Pasal 28 ; Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
2.       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3.       Peraturan Pemerintah RI Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan;
4.       Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan mengamanatkan pusat data dan informasi ( PUSDATIN ) sebagai pelaksana tugas kementrian kesehatan di bidang data dan informasi kesehatan;
5.       Kepmenkes RI Nomor 511 tahun 2002 tentang Kebijakan Strategi Pengembangan Sistim Informasi Kesehatan Nasional ( SIKNAS )
6.        Kepmenkes RI Nomor : 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Laporan Informasi Kesehatan Kabupaten / Kota;
7.       Kepmenkes RI Nomor : 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan;
8.       Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;
9.       Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 Tahun 2007 tentang Pengembangan Jaringan Komputer ( SIKNAS ) Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional

C.       PENGERTIAN
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematika dan terrintegasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Sistem Informasi Kesehatan merupakan  gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi.
Sistem Informasi Kesehatan ( SIK ) adalah integrasi antara perangkat, prosedur  dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

D.  TUJUAN DAN MANFAAT SISTEM INFORMASI KESEHATAN
Tujuan dari dikembangkannya sistem informasi kesehatan adalah :
1.       Sistem informasi kesehatan ( SIK ) merupakan subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yang berperan dalam memberikan informasi untuk pengambilan keputusan di setiap jenjang adminisratif kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota atau bahkan pada tingkat pelaksana teknis seperti Rumah Sakit ataupun Puskesmas.
2.       Dalam bidang kesehatan telah banyak dikembangkan bentuk-bentuk Sistem Informasi Kesehatan ( SIK ), dengan tujuan dikembangkannya berbagai bentuk SIK tersebut adalah agar dapat mentransformasi data yang tersedia melalui sistem pencatatan rutin maupun non rutin menjadi sebuah informasi.
Upaya pemantapan dan pengembangan sistem informasi kesehatan ditujukan ke arah terbentuknya suatu sistem informasi kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna, yang mampu memberikan informasi yang akurat, tepat waktu dan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan untuk:
1.       Pengambilan keputusan di seluruh tingkat administrasi dalam rangka perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan,  pengendalian dan penilaian.
2.       Mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya penanggulangannya.
3.       Meningkatkan peran serta masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri.
4.       Meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan

Manfaat Sistim Informasi Kesehatan World Health Organization ( WHO ) menilai bahwa investasi sistem informasi kesehatan mempunyai beberapa manfaat antara lain:
1.       Membantu pengambil keputusan untuk mendeteksi dan mengendalikan masalah kesehatan, memantau perkembangan dan meningkatkannya
2.       Pemberdayaan individu dan komunitas dengan cepat dan mudah dipahami, serta melakukan berbagai perbaikan kualitas pelayanan kesehatan

Adapun manfaat adanya sistim informasi kesehatan dalam suatu fasilitas kesehatan diantaranya:
1.       Memudahkan setiap pasien untuk melakukan pengobatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan.
2.       Memudahkan fasilitas kesehatan untuk mendaftar setiap pasien yang berobat.
3.       Semua kegiatan di fasilitas kesehatan terkontrol dengan baik ( bekerja secara terstruktur ).

E.       SASARAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN
Sasaran dalam upaya pemantapan dan pengembangan sistem informasi kesehatan meliputi :
1.       Terciptanya pengorganisasian dan tata kerja pengelolaan data/informasi dan atau tersedianya tenaga fungsional pengelola data / informasi yang terampil di seluruh tingkat administrasi
2.       Ditetapkannya kebutuhan esensial data / informasi di tiap tingkat dan pengembangan instrumen pengumpulan dan pelaporan data
3.       Dihasilkannya berbagai informasi kesehatan di seluruh tingkat administrasi secara teratur, tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan dan atau atas permintaan dari pengguna data / informasi
4.       Tersedianya dukungan teknis dan sumber daya yang memadai dalam rangka pemantapan dan pengembangan otomasi pengolahan data di seluruh tingkat administrasi
5.       Pengembangan bank data kesehatan, pengembangan jaringan komunikasi komputer dan informasi

F.       PERANAN SIK DALAM SISTEM KESEHATAN
Menurut Badan Kesehatan Dunia ( World Health Organization, WHO ), Sistem Informasi Kesehatan ( SIK ) merupakan salah satu dari 6 “building block ” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara. Keenam komponen          ( building block ) sistem kesehatan tersebut adalah :
1.       Pelaksanaan pelayanan kesehatan ( Service delivery )
2.       Produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan ( Medical product, vaccine, and technologies )
3.       Tenaga medis ( Health worksforce )
4.       Sistem pembiayaan kesehatan ( Health system financing )
5.       Sistem informasi kesehatan ( Health information system )
6.       Kepemimpinan dan pemerintah ( Leadership and governance )

Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ), Sistem Informasi Kesehatan ( SIK ) merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan. Sub sistem manajemen dan informasi kesehatan merupakan subsistem yang mengelola fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi kesehatan, dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar berhasil guna, berdaya guna, dan mendukung penyelenggaraan ke-6 subsistem lain di dalam SKN sebagai satu kesatuan yang terpadu.

G.     SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI PUSKESMAS
Dalam pelaksanaannya, puskesmas di Indonesia sudah menganut sistem informasi kesehatan yang dicanangkan pemerintah. Sistem informasi kesehatan yang dianut puskesmas pada saat ini masih di dominasi oleh SP2TP. seperti diketahui bahwa puskesmas adalah ujung tombak pemerintah dalam upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Sesuai dengan KEPMENKES RI No 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat bahwa puskesmas di definisikan sebagai unit pelaksana teknis di kabupaten / kota yang bertanggung-jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah. Proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian yang dilakukan puskesmas terhadap rencana kegiatan yang telah ditetapkan baik rencan upaya wajib maupun pengembangan dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada di wilayahnya. Salah satu bentuk pemantauan adalah dengan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS).
SIMPUS merupakan pilihan bagi daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan yang lebih cepat dan akurat. Pada potensi yang dimilikinya sebenarnya SIMPUS dapat menggantikan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Karena SIMPUS merupakan hasil dari pengolahan berbagai sumber informasi seperti SP2TP, survei lapangan, laporan lintas sektor, dan laporan sarana kesehatan swasta. Seiring kemajuan teknologi, SIMPUS pun dikembangkan melalui sistem komputerisasi dalam suatu software yang bekerja dalam sebuah sistem operasi. Tetapi kendalanya SIMPUS masih belum berjalan secara optimal di daerah.





Sumber:


http://www.kompasiana.com/asnawiok/sistem-informasi-kesehatan_54fd1a38a33311111d50f878
http://perpustakaanradiologi.blogspot.co.id/2014/01/sistem-informasi-di-bidang-kesehatan.html
https://www.academia.edu/3207140/Sistem_Informasi_Kesehatan
http://www.materikesehatan.com/2015/01/makalah-sistem-informasi-kesehatan-sik.html








Kamis, 02 Juli 2015

Psikoterapi (REBT)


Eka Fitri Nuraeni
12512404
3PA12



A. Pengertian REBT

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah teori kognitif pertama dan kini berkembang menjadi pendekatan cognitive behavioral yang utama. Terapi yang dikembangkan oleh Albert Ellis ini berorientasi pada kognisi dan perilaku dan juga menekankan pada thinking, judging, deciding, analyzing, and doing. Asumsi dasar dari REBT adalah individu berkontribusi pada masalah psikologis mereka melalui cara mereka menginterpretasi kejadian dan situasi. REBT juga didasarkan pada asumsi bahwa kognisi, emosi, dan perilaku berinteraksi secara signifikan dan memiliki hubungan yang reciprocal-cause-and effect. 

Beberapa penelitian menyatakan bahwa REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif (Ellis,1990) yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku termasuk depresi (De Boni, 2005; Sava, 2009). REBT adalah therapy yang menekankan suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Berdasarkan klasifikasi dan jenis depresi yang dapat ditangani dengan REBT bahwa subyek yang mengalami depresi masih mampu menggunakan logikanya (Iacoviello et al., 2007) dan masih dapat menerima instruksi (Welingan, 2009) meskipun pada saat itu irasional belief masih sangat kuat (Flett, 2003).

Tujuan utama dari REBT adalah fokus untuk membantu orang-orang untuk mewujudkan bahwa mereka bisa hidup lebih rasional dan produktif. Rational-Emotive Therapy merupakan sebuah usaha untuk membenarkan kesalahan-kesalahan pada alasan-alasan yang dikemukakan klien sebagai cara untuk mengeliminasi emosi-emosi yang tidak diinginkan.

B. Konsep REBT

Konsep-konsep dasar terapi rasional emotif ini mengikuti pola yang didasarkan pada teori A-B-C, yaitu:
A = Activating Experence (pengalaman aktif) Ialah suatu keadaan, fakta peristiwa, atau tingkah laku yang dialami individu.
B = Belief System (Cara individu memandang suatu hal). Pandangan dan penghayatan individu terhadap A.
C = Emotional Consequence (akibat emosional). Akibat emosional atau reaksi individu positif atau negative. Menurut pandangan Ellis, A (pengalaman aktif) tidak langsung menyebabkan timbulnya C (akibat emosional), namun bergantung pada B (belief system).


C. Langkah-langkah Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

  • Langkah pertama 
Menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai sikapnya yang menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan banyak keharusan, sebaiknya dan semestinya klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dan keyakinan irasional, agar klien mencapai kesadaran. 

  • ·Langkah kedua 
Membawa klien ketahapan kesadaran dengan menunjukan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosionalnya untuk tetap aktif dengan terus menerus berfikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang dengan kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan mengabadikan masa kanak-kanak, terapi tidak cukup hanya menunjukkan pada klien bahwa klien memiliki proses-proses yang tidak logis. 

  • Langkah ketiga 
Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasional. Maksudnya adalah agar klien dapat berubah fikiran yang jelek atau negatif dan tidak masuk akal menjadi yang masuk akal. 

  • Langkah keempat 
Menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupanya yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional. Maksudnya adalah mencoba menolak fikiran-fikiran yang tidak logis untuk masuk dalam dirinya.



D. Contoh Kasus

Konseli I (RC) permasalahan yang dilatarbelakangi sikap Ayahnya dalam memperlakukan konseli secara kasar dan otoriter menyebabkan konseli merasa rendah diri, RC menganggap dirinya sebagai anak yang tidak berguna dan bodoh sehingga menjadikan prestasinya menjadi rendah. Dalam penanganan konseling individu, digunakan teknik kognitif (dispute logis) dan (dispute tingkah laku) melalui teknik tersebut RC mulai tertantang pada dirinya sendiri untuk menerima pemikiran yang rasional dan berperilaku positif sedangkan teknik (dispute standard ganda) mengupayakan hubungan orangtua dengan konseli harmonis. Sedangkan teknik proyeksi waktu dan analisis rasional, membuat konseli lebih termotivasi secara positif untuk meraih kesempatan di ix masa depan dan mampu mengoptimalkan kembali kemampuan yang dimilikinya. Kemudian, mempersiapkan konseli dengan teknik homework assignments RC dapat membiasakan diri untuk mengatur pola belajar yang baik serta mengembangkan kemampuan dalam bidangnya. Klien II (NF), kurangnya perhatian dari orangtua dan pengaruh lingkungan yang negatif menyebabkan prestasi NF menurun. Rasa ketidakpedulian terhadap prestasinya yang rendah, serta pemikiran irrasionalnya menjadikan NF menjadi siswa underachiever. Dengan menggunakan teknik (dispute logis, dispute tingkahlaku, dan dispute standard ganda) konseli sudah mampu menerima untuk berfikir rasional, berperilaku positif, dan menjalin hubungan harmonis dengan orangtuanya. Kemudian teknik analisis rasional dan proyeksi waktu, NF menguatkan kembali pemikiran rasionalnya, menunjukkan perubahan positif mengenai tanggapan hasil prestasi belajarnya, dan membatasi dalam pergaulan. Selanjutnya, teknik homework assignments, konseli melatih untuk membiasakan diri dalam berperilaku, berpikir positif dan mengoptimalkan kemampuan prestasi akademik yang dimilikinya.


NB: RC dan NF adalah inisial dari nama klien.





Sumber:

Atika, I. (2013). Studi kasus penerapan model konseling rational emotif behaviour theraphy (rebt) untuk menangani siswa underachiever pada kelas viii di smp negeri 6 pati. Skripsi.

Lestari, S. (2013). Rational emotive behaviour therapy untuk menangani gangguan depresi. Jurnal sains dan praktik psikologi. Vol. 1 No. 2.

http://digilib.uinsby.ac.id/584/3/Bab%202.pdf

http://mufida-fpsi09.web.unair.ac.id/artikel_detail-49373-Psikologi-REBT.html


Senin, 19 Januari 2015

Tugas ke-4

Komunikasi Dalam Manajemen

A. Definisi Komunikasi
Berikut adalah pengertian Komunikasi menurut para ahli :

1. Raymond Ross, Komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons/makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator

2. Bernard Barelson & Garry A. Steiner,Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dsb

3. Colin Cherry, Komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling menggunakan informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan pembangkitan balasannya.

B. Menjelaskan Proses Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses yang mempunyai kompenen dasar sebagai berikut:
1. Pengirim pesan
2. Penerima pesan
3. Pesan

Semua manajer melibatkan proses komunikasi. Proses komunikasi dapat dilihat pada skema dibawah ini:

Diagram 1 : Proses Komunikasi
1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan/materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas.

Materi pesan dapat berupa :
a. Informasi
b. Ajakan
c. Rencana kerja
d. Pertanyaan dan sebagainya

2. Simbol atau Isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya). Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu.

3. Media atau Penghubung
Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti ; TV, radio surat kabar, papan pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dan sebagainya.

4. Mengartikan kode atau Isyarat
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan simbul/kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti atau dipahaminya.

5. Penerima Pesan
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam bentuk code/isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim.

6. Balikan (feedback)
Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap sipenerima pesan Hal ini penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak.
Balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, juga balikan dapat memperjelas persepsi.

7. Gangguan
Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.

C. Menjelaskan Hambatan Dalam Komunikasi
1. Hambatan dari Proses Komunikasi
Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
Hambatan dalam penyandian atau simbol. Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.
Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima
Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat menerima atau mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.

2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan sebagainya.

3. Hambatan Semantik.
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima

4. Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.

D. Jelaskan Pengertian Komunikasi Interpersonal Dalam Organisasi
Komunikasi dalam organisasi atau perusahaan dapat menentukan efektif atau tidaknya dalam suatu penyampaian pesan atau perintah antar anggota organisasi, baik antara atasan dengan bawahan (downward communication), bawahan dengan atasan (upward communication), maupun antar anggota yang jabatannya setaraf (lateral communication). Secara sederhana, komunikasi adalah proses penyampaian atau transfer dan pemahaman suatu pengertian (meaning). Jadi dalam berkomunikasi, kita harus efektif menyampaikan pesan yang ada pada kita kepada orang lain. Adapun berkomunikasi secara langsung dan sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Karena dapat mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang dengan efek umpan balik secara langsung. Proses berkomunikasi dimulai dari adanya pesan yang akan disampaikan oleh pengirim, kemudian ditransfer melalui suatu channel (saluran), kemudian diterima oleh penerima. Adapun komunikasi interpersonal efektif dalam suatu organisasi mencakup dua bagian yaitu componential dan situational.
1. Componential
Menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya, dalam hal ini adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik dengan segera.
2. Situational
Interaksi tatap muka antara dua orang dengan potensi umpan balik langsung dengan situasi yang mendukung disekitarnya.

E. Model Pengolahan Informasi Dalam Komunikasi
Model Pengolahan Informasi pada dasarnya menitikberatkan dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya
1. Rational
Proses informasi adalah proses menerima, menyimpan dan mengungkap kembali informasi. Dalam proses pembelajaran, proses menerima informasi terjadi pada saat siswa menerima pelajaran. Proses menyimpan informasi terjadi pada saat siswa harus menghafal, memahami, dan mencerna pelajaran. Sedangkan proses mengungkap kembali informasi terjadi pada saat siswa menempuh ujian atau pada saat siswa harus menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu perlu dikemukakan bahwa informasi masuk ke dalam kesadaran manusia melalui pancaindera, yaitu indera pendengaran, penglihaan, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Informasi masuk ke kesadaran manusia paling banyak melalui indera pendengaran dan penglihatan. Berdasarkan alas an tersebut , maka media yang banyak digunakan adalah media audio, media visual, dan media audiovisual (gabungan media audio dan visual). Belakangan berkembang konsep multimedia, yaitu penggunaan secara serentak lebih daripada satu media dalam proses komunikasi, informasi dan pembelajaran. Konsep multimedia diasarkan atas pertimbangan bahwa penggunaan lebih dari pada satu media yang menyentuh banyak indera akan membuat proses komunikasi termasuk proses pembelajaran lebih efektif.
Dalam proses komunikasi atau proses informasi (dan juga proses pembelajaran) sering dijumpai masalah atau kesulitan. Beberapa masalah dalam proses komunikasi, misalnya:
Ditinjau dari pihak siswa: Kesulitan bahasa, sukar menghafal, terjadi distorsi atau ketidakjelasan, gangguan pancaindera, sulit mengungkap kembali, sulit menerima pelajaran, tidak tertarik terhadap materi yang dipelajari, dsb. Di tinjau dari pendidik, misalnya pendidik tidak mahir mengemas dan menyajikan materi pelajaran, faktor kelelahan, ketidak ajegan, dsb. Ditinjau dari pesan atau materi yang disampaiakan, misalnya: materi berada jauh dari tempat siswa, materi terlau kecil, abstrak, terlalu besar, berbahaya kalau disentuh.
2. Limited capacity
3. Expert
4. Cybernetic

F. Model Interaktif Manajemen
Model interaktif manajemen mencakup:
1. Confidence
Dalam manajemen timbulnya suatu interaksi karena adanya rasa nyaman. Kenyamanan tersebut dapat membuat suatu organisasi bertahan lama dan menimbulkan suatu kepercayaan dan pengertian.
2. Immediacy
Ini adalah model organisasi yang membuat suatu organisasi tersebut menjadi segar dan tidak membosankan
3. Interaction management
Adanya berbagai interaksi dalam manajemen seperti mendengarkan dan juga menjelaskan kepada berbagai pihak yang bersangkutan.
4. Expressiveness
Mengembangkan suatu komitmen dalam suatu organisasi dengan berbagai macam ekspresi perilaku.
5. Other-orientation

Selasa, 25 November 2014

Tugas ke-3 Psikologi Manajemen (Empowerment, Stress dan Konflik)

Empowerment, Stress dan Konflik

A.      Definisi Empowerment
Empowerment adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat “people centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
B.      Kunci elektabilitas empowerment
dalam manajemen Empowerment memerlukan individu bertanggung jawab dalam menyiapkan keseluruhan tugas. Pekerja bertanggung jawab sepenuhnya kepada tugasan atau kuasa yang telah diserahkan kepadanya. Terutaman dari sudut interaksi dan kebergantungan dengan pihak lain dalam organisasi (Besterfield, D.H et al. 2003:96).
C.      Pengertian stress
stress adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu yang dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
D.     Sumber-Sumber Stress pada manusia Sumber-sumber potensi stres:
1.      Faktor lingkungan Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi.Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
2.      Faktor organisasi Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya.Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.
3.      Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja (Stressor) Karyawan Stres kerja yang dialami seseorang dipengaruhi oleh faktor penyebab stres baik yang berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Faktor penyebab stres kerja yang dibahas dalam penelitian ini hanya faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari dalam pekerjaan yang mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi. Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik pekerjaan. Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Dengan semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber stres. Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi. Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.
4.      Faktor pribadi Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stres. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan.Studi terhadap tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat dasar seseorang. Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.  
E.      Pendekatan Stres Menurut Robbins, (2002: 311-312), ada dua pendekatan dalam mengatasi stres, yaitu: 
1)      Pendekatan individual  Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah: Teknik manajemen waktu,  Meningkatkan latihan fisik, Pelatihan pengenduran (relaksasi),  jaringan dukungan sosial.
2)      Pendekatan Organisasional Beberapa faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:      
a.      Perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja
b.      Penggunaan penetapan tujuan yang realistis              
c.       Perancangan ulang pekerjaan                                                  
d.      Peningkatan keterlibatan kerja                                         
e.      Perbaikan komunikasi organisasi                                       
f.        Penegakkan program kesejahteraan korporasi
F.       Definisi Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
G.     Jenis-jenis Konflik
1.      Konflik Dilihat dari Fungsi Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
2.      Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
-          Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
-          Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
-          Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
-          Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
-          Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
-          Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
3.      Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi, Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b.      Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
c.       Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d.      Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.
H.     Proses Konflik
1)      oposisi atau ketidakcocokan potensial
2)      kognisi dan personalisasi
3)      maksud
4)      perilaku; dan
5)      hasil
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi danmerangsangkesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggotatujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok.
Empowerment, Stress dan Konflik
A.      Definisi Empowerment
Empowerment adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat “people centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
B.      Kunci elektabilitas empowerment
dalam manajemen Empowerment memerlukan individu bertanggung jawab dalam menyiapkan keseluruhan tugas. Pekerja bertanggung jawab sepenuhnya kepada tugasan atau kuasa yang telah diserahkan kepadanya. Terutaman dari sudut interaksi dan kebergantungan dengan pihak lain dalam organisasi (Besterfield, D.H et al. 2003:96).
C.      Pengertian stress
stress adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu yang dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
D.     Sumber-Sumber Stress pada manusia Sumber-sumber potensi stres:
1.      Faktor lingkungan Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi.Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
2.      Faktor organisasi Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya.Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.
3.      Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja (Stressor) Karyawan Stres kerja yang dialami seseorang dipengaruhi oleh faktor penyebab stres baik yang berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Faktor penyebab stres kerja yang dibahas dalam penelitian ini hanya faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari dalam pekerjaan yang mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi. Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik pekerjaan. Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Dengan semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber stres. Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi. Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.
4.      Faktor pribadi Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stres. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan.Studi terhadap tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat dasar seseorang. Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.  
E.      Pendekatan Stres Menurut Robbins, (2002: 311-312), ada dua pendekatan dalam mengatasi stres, yaitu: 
1)      Pendekatan individual  Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah: Teknik manajemen waktu,  Meningkatkan latihan fisik, Pelatihan pengenduran (relaksasi),  jaringan dukungan sosial.
2)      Pendekatan Organisasional Beberapa faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:      
a.      Perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja
b.      Penggunaan penetapan tujuan yang realistis              
c.       Perancangan ulang pekerjaan                                                  
d.      Peningkatan keterlibatan kerja                                         
e.      Perbaikan komunikasi organisasi                                       
f.        Penegakkan program kesejahteraan korporasi
F.       Definisi Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
G.     Jenis-jenis Konflik
1.      Konflik Dilihat dari Fungsi Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
2.      Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
-          Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
-          Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
-          Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
-          Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
-          Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
-          Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
3.      Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi, Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b.      Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
c.       Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d.      Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.
H.     Proses Konflik
1)      oposisi atau ketidakcocokan potensial
2)      kognisi dan personalisasi
3)      maksud
4)      perilaku; dan
5)      hasil
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi danmerangsangkesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggotatujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok.



Sumber:

http://dyahanggraeni.blogspot.com/2014/01/empowerment-stres-dan-konflik-dalam.html

https://agammainforce111.wordpress.com/2013/12/19/empowerment-stres-konflik/

http://amaliakusuma61.blogspot.com/2014/11/tugas-portofolio-3-psikologi-manajemen.html