Empowerment, Stress dan
Konflik
A.
Definisi
Empowerment
Empowerment adalah sebuah konsep
pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep
ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat “people centered,
participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
B.
Kunci
elektabilitas empowerment
dalam manajemen Empowerment
memerlukan individu bertanggung jawab dalam menyiapkan keseluruhan tugas.
Pekerja bertanggung jawab sepenuhnya kepada tugasan atau kuasa yang telah
diserahkan kepadanya. Terutaman dari sudut interaksi dan kebergantungan dengan
pihak lain dalam organisasi (Besterfield, D.H et al. 2003:96).
C.
Pengertian
stress
stress adalah suatu kondisi anda yang
dinamis saat seorang individu yang dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau
sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu dan hasilnya
dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi
kemampuan maksimum rohani itu sendiri sehingga perbuatan kurang terkontrol
secara sehat.
D.
Sumber-Sumber
Stress pada manusia Sumber-sumber potensi stres:
1. Faktor lingkungan Selain memengaruhi
desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi
tingkat stres para karyawan dan organisasi.Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan
terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
2. Faktor organisasi Banyak faktor di
dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari
kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang
berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang
tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya.Hal ini dapat mengelompokkan
faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.
3. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
(Stressor) Karyawan Stres kerja yang dialami seseorang dipengaruhi oleh faktor
penyebab stres baik yang berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar
pekerjaan. Faktor penyebab stres kerja yang dibahas dalam penelitian ini hanya
faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari dalam pekerjaan yang
mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi,
struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi.
Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan
tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak
fisik pekerjaan. Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di
lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan
stres. Dengan semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut
faktor emosional bisa menjadi sumber stres. Tuntutan peran berkaitan dengan
tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang
dimainkannya dalam organisasi. Konflik peran menciptakan ekspektasi yang
mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.
4. Faktor pribadi Faktor-faktor pribadi
terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan
karakter yang melekat dalam diri seseorang. Survei nasional secara konsisten
menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi.
berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan
masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak
daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan
dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan.Studi terhadap tiga organisasi yang
berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai
pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres yang
dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti pada
kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren
untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika kesimpulan ini
benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat
dasar seseorang. Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa
jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.
E.
Pendekatan
Stres Menurut Robbins, (2002: 311-312), ada dua pendekatan dalam mengatasi
stres, yaitu:
1) Pendekatan individual Seorang
karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat
stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah: Teknik
manajemen waktu, Meningkatkan latihan
fisik, Pelatihan pengenduran (relaksasi),
jaringan dukungan sosial.
2) Pendekatan Organisasional Beberapa
faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan tugas dan peran, struktur
organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
a. Perbaikan seleksi personil dan
penempatan kerja
b. Penggunaan penetapan tujuan yang
realistis
c. Perancangan ulang pekerjaan
d. Peningkatan keterlibatan kerja
e. Perbaikan komunikasi organisasi
f.
Penegakkan
program kesejahteraan korporasi
F.
Definisi
Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
G.
Jenis-jenis
Konflik
1. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam,
yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional
(Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung
pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik
disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi
suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula,
konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu
yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan
pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja
kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik
tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik
tersebut disfungsional.
2. Konflik Dilihat dari Pihak yang
Terlibat di Dalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik,
Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
-
Konflik
dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan
tugas yang melebihi batas kemampuannya.
-
Konflik
antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu
yang lain.
-
Konflik
antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi
jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia
bekerja.
-
Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same
organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki
tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
-
Konflik
antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika
tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
-
Konflik
antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in
different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau
perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota
organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang
menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
3. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang
dalam Struktur Organisasi, Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat
macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis
konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang
terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam
organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b. Konflik horizontal, yaitu konflik
yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat
dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
c. Konflik garis-staf, yaitu konflik
yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan
pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d. Konflik peran, yaitu konflik yang
terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling
bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi
lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik
atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan
destructive conflict.
H.
Proses
Konflik
1) oposisi atau ketidakcocokan potensial
2) kognisi dan personalisasi
3) maksud
4) perilaku; dan
5) hasil
Oposisi atau ketidakcocokan
potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya
koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah
satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut
dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu
masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi
danmerangsangkesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal dari
konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam
tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan
anggotatujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara
kelompok-kelompok.
Empowerment, Stress dan
Konflik
A.
Definisi
Empowerment
Empowerment adalah sebuah konsep
pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep
ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat “people centered,
participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
B.
Kunci
elektabilitas empowerment
dalam manajemen Empowerment
memerlukan individu bertanggung jawab dalam menyiapkan keseluruhan tugas.
Pekerja bertanggung jawab sepenuhnya kepada tugasan atau kuasa yang telah
diserahkan kepadanya. Terutaman dari sudut interaksi dan kebergantungan dengan
pihak lain dalam organisasi (Besterfield, D.H et al. 2003:96).
C.
Pengertian
stress
stress adalah suatu kondisi anda yang
dinamis saat seorang individu yang dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau
sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu dan hasilnya
dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi
kemampuan maksimum rohani itu sendiri sehingga perbuatan kurang terkontrol
secara sehat.
D.
Sumber-Sumber
Stress pada manusia Sumber-sumber potensi stres:
1. Faktor lingkungan Selain memengaruhi
desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi
tingkat stres para karyawan dan organisasi.Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan
terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
2. Faktor organisasi Banyak faktor di
dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari
kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang
berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang
tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya.Hal ini dapat mengelompokkan
faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.
3. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
(Stressor) Karyawan Stres kerja yang dialami seseorang dipengaruhi oleh faktor
penyebab stres baik yang berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar
pekerjaan. Faktor penyebab stres kerja yang dibahas dalam penelitian ini hanya
faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari dalam pekerjaan yang
mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi,
struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi.
Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan
tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak
fisik pekerjaan. Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di
lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan
stres. Dengan semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut
faktor emosional bisa menjadi sumber stres. Tuntutan peran berkaitan dengan
tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang
dimainkannya dalam organisasi. Konflik peran menciptakan ekspektasi yang
mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.
4. Faktor pribadi Faktor-faktor pribadi
terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan
karakter yang melekat dalam diri seseorang. Survei nasional secara konsisten
menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi.
berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan
masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak
daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan
dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan.Studi terhadap tiga organisasi yang
berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai
pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres yang
dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti pada
kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren
untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika kesimpulan ini
benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat
dasar seseorang. Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa
jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.
E.
Pendekatan
Stres Menurut Robbins, (2002: 311-312), ada dua pendekatan dalam mengatasi
stres, yaitu:
1) Pendekatan individual Seorang
karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat
stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah: Teknik
manajemen waktu, Meningkatkan latihan
fisik, Pelatihan pengenduran (relaksasi),
jaringan dukungan sosial.
2) Pendekatan Organisasional Beberapa
faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan tugas dan peran, struktur
organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
a. Perbaikan seleksi personil dan
penempatan kerja
b. Penggunaan penetapan tujuan yang
realistis
c. Perancangan ulang pekerjaan
d. Peningkatan keterlibatan kerja
e. Perbaikan komunikasi organisasi
f.
Penegakkan
program kesejahteraan korporasi
F.
Definisi
Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
G.
Jenis-jenis
Konflik
1. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam,
yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional
(Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung
pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik
disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi
suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula,
konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu
yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan
pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja
kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik
tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik
tersebut disfungsional.
2. Konflik Dilihat dari Pihak yang
Terlibat di Dalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik,
Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
-
Konflik
dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan
tugas yang melebihi batas kemampuannya.
-
Konflik
antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu
yang lain.
-
Konflik
antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi
jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia
bekerja.
-
Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same
organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki
tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
-
Konflik
antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika
tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
-
Konflik
antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in
different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau
perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota
organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang
menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
3. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang
dalam Struktur Organisasi, Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat
macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis
konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang
terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam
organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b. Konflik horizontal, yaitu konflik
yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat
dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
c. Konflik garis-staf, yaitu konflik
yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan
pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d. Konflik peran, yaitu konflik yang
terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling
bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi
lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik
atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan
destructive conflict.
H.
Proses
Konflik
1) oposisi atau ketidakcocokan potensial
2) kognisi dan personalisasi
3) maksud
4) perilaku; dan
5) hasil
Oposisi atau ketidakcocokan
potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya
koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah
satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut
dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu
masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi
danmerangsangkesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal dari
konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam
tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan
anggotatujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara
kelompok-kelompok.
Sumber:
http://dyahanggraeni.blogspot.com/2014/01/empowerment-stres-dan-konflik-dalam.html
https://agammainforce111.wordpress.com/2013/12/19/empowerment-stres-konflik/
http://amaliakusuma61.blogspot.com/2014/11/tugas-portofolio-3-psikologi-manajemen.html